PENGELOLAAN SAMPAH KOTA LABUAN BAJO

RAFAEL ARHAT
(PNS berdomisili di Labuan Bajo)

     Labuan Bajo, ibukota Kabupaten Manggarai Barat, memiliki letak yang sangat strategis sebagai pintu gerbang utama bagian barat memasuki Privinsi NTT. Selain sebagai pusat pelayanan pemerintahan, Labuan Bajo juga berperan sebagai pusat pelayanan kepariwisataan menuju obyek wisata Komodo dan Taman Nasional Komodo, serta beberapa obyek wisata lainnya di daratan Manggarai Barat, sebelum para wisatawan melanjutkan perjalanan menuju Liang Bua (Hobits) di Kabupaten Manggarai dan obyek wisata lainnya di daratan Flores dan Lembata. Sebagai pintu masuk, Labuan Bajo memiliki beberapa infrastruktur wilayah seperti Bandar Udara Komodo, Pelabuhan PELNI terbesar kedua di NTT setelah pelabuhan Tenau Kupang, Pelabuhan Fery (ASDP) dan beberapa amenietas kepariwisataan yang cukup memadai seperti penginapan/hotel dari kelas melati sampai hotel bintang 4, restaurant dll. 
       Seperti diketahui bersama bahwa Komodo, sebagai satu-satunya yang mewakili negara-negara Asia Tenggara, menjadi salah satu finalis dari kontes The New7 Wonder of Nature yang akan diumumkan pada bulan November 2011. Masuknya Komodo sebagai salah satu finalis The New 7 Wonders of Nature sekaligus mengangkat nama Labuan Bajo ke seantero dunia serta menjadi perhatian para wisatawan manca negara maupun para pelaku kepariwisataan, baik nasional maupun internasional, untuk dapat berinvestasi di Labuan Bajo. Kota Labuan Bajo bak ’gadis cantik’ yang banyak dilirik para pemuda berduit. Dari tahun-ke-tahun, kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo dan Komodo semakin meningkat. Pada tahun 2010 jumlah kunjungan wisatawan mencapai 48.801 orang. Kalau dianalisa lebih lanjut, berarti rerata jumlah kunjungan per hari selama tahun 2010 mencapai 134 wisatawan. Hasil survey yang dilakukan Swisscontact pada tahun 2008 menunjukkan bahwa rerata pengeluaran wisatawan yang berkunjung ke Manggarai Barat sebesar ± $ US 70/hari, dengan lama tinggal sekitar 5.3 hari. Jika kurs dolar dihitung Rp 9.500/US 1 $, maka pengeluaran wisatawan di Manggarai Barat sebe-sar Rp 665.000/hari. Dengan demikian, pada tahun 2010 jumlah uang yang beredar di Labuan Bajo, yang dinikmati langsung oleh masyarakat dari wisatawan sebesar 48.801 x 5,3 x Rp 665.000 = Rp 172.323.651.150. Angka 172 M lebih merupakan angka yang cukup besar untuk ukuran Labuan Bajo, tetapi pertanyaannya apakah para wisatawan dapat menikmati dan/atau merasa puas dengan pelayanan yang diperolehnya selama berkunjung di Manggarai Barat? Asumsinya : semakin tinggi pengeluaran, semakin tinggi pula tingkat kepuasan yang dinikmatinya. Apakah asumsi ini bisa diterima? 
        Pada survey tentang tingkat kepuasan pelanggan yang dilakukan Swisscontact pada tahun 2008 tersebut di atas menunjukkan bahwa ada banyak wisatawan yang mengeluh dan merasa tidak puas berkaitan dengan kebersihan kota Labuan Bajo.Tujuan berwisata adalah bersenang-senang dan meninggalkan sejenak rutinitas keseharian di tempat asal wisatawan dan menikmati keindahan alam pada destinasi wisata. Prinsipnya adalah bersenang-senang dan menikmati keindahan, baik alam maupun kesenian, namun apa yang dinikmati di Labuan Bajo? Ke mana saja mereka berjalan, maka pemandangan yang paling menonjol yang dijumpai adalah sampah berserakan di mana-mana. Sampah yang paling dominan adalah limbah rumah tangga berupa botol dan gelas plastik dari air mineral yang dibuang sembarangan oleh penduduk maupun pengunjung setelah menikmati isinya. Justru sampah yang paling ditakuti oleh para wisatawan manca negara adalah sampah plastik Mengapa? Karena kandungan kimiawi dari plastik sangat membahayakan kesehatan manusia. Jika sampah plastik dibakar, akan menimbulkan dioxin dan furan (penyebab kanker) serta mengganggu pernafasan. Dalam skala besar, masalah pembakaran sampah plastik juga berpengaruh pada pamanasan global. Bandingkan dengan sampah alami berupa dedaunan dan batang-batang pohon. Walaupun jumlahnya banyak, berserakan dan dibakar sekalipun, namun tidak akan mengganggu kesehatan manusia. Pertanyaan sederhana yang dapat diajukan : apakah masyarakat dan terutama PEMDA Manggarai Barat merasa puas dan tidak perlu perduli dengan kondisi sanitasi lingkungan di Labuan Bajo yang dinilai jelek? Bandingkan bahwa masyarakat sudah menikmati sejumlah uang yang dibelanjakan para wisatawan yang berkunjung ke daerah ini seperti yang disampaikan di atas. Namun di sisi lain, kita lupa akan kewajiban untuk menjaga kebersihan lingkungan. Perlu introspeksi diri bahwa kebersihan dan sanitasi lingkungan adalah kebutuhan kita semua termasuk para wisatawan yang berkunjung. Lalu, di mana letak persoalannya? 
      Persoalan yang paling mendasar adalah kebijakan dan perhatian PEMDA Manggarai Barat terhadap manajemen pengelolaan sampah dalam kota Labuan Bajo sangat rendah terutama sejak tahun 2003 sampai 2010. Hanya mengandalkan tindakan karikatif berupa pengerahan masa pada hari Jum’at tertentu; terutama para PNS, anggota TNI dan POLRI serta siswa sekolah yang berada dalam kota Labuan Bajo; untuk membersihkan sampah yang berserakan, lalu dibakar dan/atau dibuang ke TPA tanpa proses lebih lanjut. Sekali-sekali, tindakan karikatif seperti ini cukup bagus, namun tanpa disadari dalam jangka panjang berdampak negatif pada mentalitas masyarakat dan ujung-ujungnya meninabobokan dan/atau memanjakan masyarakat setempat serta tidak mendidik. Ada kesan bahwa masyarakat setempat justru membiarkan sampah-sampah berserakan, dan tidak ada upaya untuk membersihkannya sendiri, karena mereka tahu bahwa pada hari Jum’at biasanya para siswa sekolah, PNS, anggota TNI dan POLRI dikerahkan untuk membersihkan kota Labuan Bajo. Biarkan mereka bekerja untuk membersihkan Labuan Bajo dan kami hanya menonton. Sampai kapan tindakan karikatif seperti ini dilaksanakan, sementara persoalan sampah perlu terobosan dan tindakan nyata. Persoalan lain dari sudut pandang manajemen pemerintahan daerah, kalau kita flash back pada tahun 2003, penyerahan kewenangan pengelolaan sampah dari Pemerintahan Kabupaten Manggarai Barat kepada Kecamatan Komodo, mudah-mudahan saya tidak keliru, tanpa diikuti dengan mandat yang jelas berupa Peraturan Bupati dan/atau Keputusan Bupati. Mungkin saja mandat tersebut diberikan hanya dengan perintah lisan. Kalau mandatnya belum jelas, berarti pengalokasian anggarannya pun pasti sangat minim dan mungkin saja tidak jelas. Herannya, kita semua menginginkan agar kota Labuan Bajo bersih, indah, dan serasi tapi anggaran untuk kebersihan kota dibatasi. Buktinya? Mobil sampah, 2 (dua) unit, sebagai armada yang digunakan kecamatan Komodo untuk mengangkut sampah di Labuan Bajo menggunakan mobil sampah yang diberikan oleh Pemda Provinsi NTT pada tahun 2003. Sampai sekarang, PEMDA Manggarai Barat, mudah-mudahan saya juga tidak keliru, belum pernah menganggarkan pembelian mobil sampah. Saya pernah mendengar sendiri keluhan dari Pak Camat Komodo bahwa anggaran untuk biaya operasional kendaraan angkut sampah hanya cukup untuk membeli 10 liter solar/hari. Apa yang diharapkan dari 10 liter solar/hari? Termasuk biaya perbaikan untuk 2 (dua) unit kendaraan operasional tersebut sangat minim. Apalagi tempat parkirnya di alam terbuka. Jangan heran kalau kondisi fisik dari dua kendaran tesebut sangat keropos. Tidak seorang pun di Labuan Bajo yang memperhatikan kondisi fisik dari dua kendaraan tersebut. Kita belum bicara soal kesejahteraan para tenaga honorer sebagai anggota pasukan kuning. Sebaiknya ditanyakan sendiri kepada anak-anak anggota pasukan kuning. Berapa honor yang diterima sebagai upah anggota pasukan kuning? Walaupun saya sendiri belum pernah bertanya langsung kepada anak-anak anggota pasukan kuning tersebut, tetapi saya sangat yakin kalau jawabannya tidak lari jauh dari prediksi saya. Beban kerjanya tinggi, namun upahnya minim dan/atau berbanding terbalik dengan beban kerja dan upah. Sangat manusiawi kalau para tenaga honorer sebagai pasukan kuning lebih memilih menjadi tenaga administratif di instansi pemerintahan lainnya dari pada menjadi anggota pasukan kuning. Karena kesejahteraannya tidak diperhatikan dan gajinya sama saja dengan tenaga administratif di kantor, padahal beban kerjanya sangat berat. Selanjutnya, pengelolaan sampah dalam kota Labuan Bajo berbanding lurus dengan ketersediaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Sampai saat ini belum ada TPA yang memadai. Sejak Manggarai Barat lahir pada tahun 2003, masalah TPA hanya sebatas wacana, dan belum ada aksinya. Kita semua termasuk ’NATO’ (No Action Talk Only). TPA yang ada saat ini merupakan peninggalan pemerintahan kecamatan Komodo saat Manggarai Barat belum lahir, namun sayangnya lokasi TPA tersebut berada pada tempat yang lebih tinggi. Dari estetika lingkungan, TPA pada tempat yang lebih tinggi dari pemukiman sangat kurang indah, ditambah lagi dengan aliran lindi, cairan yang keluar dari persampahan, yang dapat merusak kualitas air bawah tanah yang berada di sekitar TPA dan dapat meresap ke dalam tanah sampai ke permukiman di sekitarnya. Pembuangan sampah terbuka (open dumping) di TPA sampah mengakibatkan sampah organik yang tertimbun mengalami dekomposisi secara anaerobik. Proses itu menghasilkan gas CH4 (methane). Sampah yang dibakar juga akan menghasilkan gas CO2 (karbondioksida). Oleh karena itu, butuh perhatian yang sangat serius dari semua stakeholders persampahan untuk pengadaan lokasi TPA sampah yang definitif dan memadai. Dengan adanya TPA sampah yang definitif, maka selanjutnya dapat dikembangkan konsep 3 R yakni Reuse (menggunakan kembali), Reduce (mengurangi) dan Recycle (mendaurulang). Tanpa TPA sampah yang definitif, maka konsep 3 R tidak akan berjalan. Pada kesempatan ini, saya menawarkan satu solusi yakni : manajemen persampahan dalam kota Labuan Bajo perlu dikerjakan oleh pihak ketiga (swasta). Konsep ini lazim disebutkan sebagai re-inventing government (mewirausahakan pemerintah) seperti yang ramai dibicarakan pada era 1990-an. Maksudnya, kalau ada pekerjaan pemerintah yang dapat dikerjakan oleh swasta, mengapa pemerintah tidak membiarkan swasta mengerjakan pekerjaan tersebut? Salah satu pekerjaan pemerintah yang dapat diswastakan adalah Kebersihan Kota. Pemerintah Daerah Manggarai Barat cukup menyiapkan anggaran dan perkiraannya sekitar Rp 600 sampai Rp 700 Juta/tahun dan biarkan pihak swasta menggunakan anggaran tersebut untuk dapat membersihkan Kota Labuan Bajo setiap hari. Pekerjaan PEMDA lebih mudah, tinggal menyiapkan perangkat aturan berupa PERDA Persampahan dan menyiapkan TPA sampah definitif, sehingga pihak ketiga (swasta) tersebut yang menyapu, membersih dan mengangkut sampah sampai ke TPA. Sesampainya di TPA, konsep 3 R dikembangkan oleh pihak swasta yang lainnya. Memang membutuhkan biaya yang cukup besar, tapi sangat sepadan dengan nilai sebagai masyarakat yang bermartabat dan perlu memikirkan juga keseimbangan antara nilai uang yang diterima dari para wisatawan dengan pelayanan kebersihan dan sanitasi lingkungan yang memadai. Apalagi tinggal selangkah lagi, Komodo akan menjadi salah satu The New7 Wonder of Nature. Tunjukan bahwa masyarakat Manggarai Barat telah siap menerima predikat The New7 Wonder of Nature.      
        Terlepas dari tawaran solusi di atas, sebaiknya PEMDA Manggarai Barat perlu mengawalinya dengan membuka ruang bagi diskusi public yang khusus membicarakan massalah pengelolaan sampah dalam kota Labuan Bajo. Undang semua stakeholoders pembangunan dan persampahan di Manggarai Barat, baik masyarakat luas, pelaku pariwisata, pelaku ekonomi lainnya, pemerintah daerah, DPRD, maupun para pakar. Tidak ada waktu lagi untuk berdebat, tapi yang dibutuhkan adalah solusi dan tindakan nyata demi kebersihan, keindahan, keserasian Kota Labuan Bajo. Tunjukan kepada para wisatawan yang berkunjung bahwa Labuan Bajo memang pantas sebagai tuan rumah The New7 Wonder of Nature. Kebersihan Kota adalah kebutuhan kita semua yang sangat urgent saat ini, jangan berdebat soal uang dan hilangkan pemikiran soal retribusi sampah untuk kepentingan PAD. Bukankah ada teori ekonomi yang menyatakan bahwa peningkatan pendapatan masyarakat, berbanding lurus dengan peningkatan pendapatan pemerintah (PAD). Semakin banyak wisatawan yang berkunjung, semakin banyak uang yang dibelanjakan, maka semakin meningkat pula pendapatan masyarakat dan PAD. Prioritas utama adalah kesan positif dan kepuasan para wisatawan yang berkunjung. Kepuasan para wisatawan berbanding lurus dengan iklan dan promosi gratis tentang Komodo dan Labuan Bajo kepada keluarga dan teman-temannya sekembalinya para wisatawan ke negaranya masing-masing, namun sebaliknya ketidakpuasan akan berdampak buruk bagi managemen kepariwisataan di Manggarai Barat dalam jangka panjang. 

 *) Tulisan ini pernah dimuat pada majalah DIASPORA Edisi April 2011

6 komentar:

  1. memang bener, pemerintah daerah harusnya merasa malu dengan fakta-fakta yang disampaikan. tapi apa yang bisa di lakukan semua tidak merasa memiliki daerah ini. apa mungkin ini disebapkan karena banyak pejabat yang tidak berasal dari daerah ini, sehingga mereka tidak punya rasa memiliki akan daerah ini.

    BalasHapus
  2. Ase Raimundus yang saya hormati, terima kasih karena sdh membaca tulisan saya tentang manajemen sampah di Lbj, tapi semuanya tidak terkait dgn para pejabat di Mabar yg banyak berasal dari luar. Semuanya berada dlm kerangka NKRI. Semua memiliki hak dan kesempatan yg sama utk berkarya di Mabar. Ada banyak org Mabar yg berkarya di daerah lain di Republik ini. Yang penting memiliki sifat kepeloporan dan pengabdian utk kesejahteraan masyarakat.Saya sangat senang karena sudah membaca dan berkomentar. Mari kita lanjutkan kebiasaan membaca dan menulis utk mempertajam kreativitas berpikir kita. Tks.

    BalasHapus
  3. seharusnya pemerintah kabupaten MABAR harus mempunya rasa memiliki daerah MABAR.

    BalasHapus
  4. berbcara masalah sampah sebenarnya bkan hanya masalah tanggungjawab pemerintah saja namun ini membutuhkan kesadaran baik dari pemerintah maupun masyarakat.Namun yang paling penting adalah kesadaran pemerintah dalam memberdayakan masyarakat tentang kesadaran akan masalah pengolahan sampah tersebut...merubah image pada masyarakat bahwa sampah bukan merupakan sesuatu yang dianggap sepele atau bahkan dianggap sebagai musuh manusia yang sering kali mrsahkan masyrkt tetapi bagaimana lebh lanjut hrs bs mengolh sampah agr memeiliki nilai tambah........misalkan mulai dari hal yang terkecil yaitu sampah rumah tangga, bagaimana setiap masyrkt menertibkan smph yg dhslkannya, mulai dari dr sndri......mslkan mnggnkan prinsip 3R, yaitu: REUSE,: menggunakan kmbli sampah yg mash bs dgnkan lg; RECYECLE:mengkreasikan samaph2 dml bntuk kerajinan ataupun apa yg dpt membrkan manfaat REDUSE: menggunakan kmbli sampah yg mash bs dpakai tetapi memiliki nilai jual.hal ini tentu saja dapat mengurangi pengeluaran pemerintah dalam meghadapi masalah sampah.saya rasa ini adalah langkah konkrit yang terpenting dalam mengatasi masalah sampah,tentu sekali lagi dtegskn bahwa kesadaran adalh yg terpenting...
    slm: ARFANDY NABU,

    BalasHapus
  5. Terima kasih atas komentarnya. Setiap manusia pasti menghasilkan sampah, tetapi hanya segelintir manusia yang memiliki kesadaran tentang pengelolaan sampah. Sebuah survey menyatakan bahwa diperkirakan hanya kurang lebih 10 % dari total masyarakat yang memiliki kesadaran tentang pengelolaan sampah. Selebihnya hanya membuang sampah tanpa ada kesadaran untuk mengelola sampah sehingga lingkungan tetap lestari. Oleh karena itu, diharapkan peningkatan peran pemerintah guna menyadarkan masyarakat, khususnya masyarakat Labuan Bajo, agar dapat menjaga lingkungan sekitarnya sehingga tetap bersih dan enak dipandang mata. Tanpa peran pemerintah, maka partisipasi masyarakat pasti tidak akan berubah. Mengapa harus dimulai dari pemerintah? Karena pemerintah memiliki semuanya, baik kewenangan, sarana/prasarana, maupun dana. Tetapi yang paling sulit adalah merubah mindset/pola pikir para birokrat yang ada di kalangan pemerintah. Di sinilah letak persoalan yang paling mendasar dalam pengelolaan sampah di Labuan Bajo.

    BalasHapus
  6. berbicara soal kebersihan merupakan sesuatu yang tidak bisa di kesampingkan dalam kehidupan kita sehari-hari.karena itu kebersihan merupakan tanggungjawab dari kita semua sebagai warga masyarakat maupun kita sebagai warga negara indonesia.Ada sebagian masyarakat yang belum mengerti tentang pentingnya kebersihan itu sendiri.mungkin dengan kerja keras dari pemerintah Manggarai Barat untuk sosalisasi dengan masyarakat agar mereka mengerti tentang kebersihan itu sendiri.Agar kedepannya Mabar sebagai salah satu panutan untuk kabupaten lain di Nusa Tenggara Timur Khususnya.

    BalasHapus